Laman

Selasa, 01 Maret 2011

Glipang, kesenian asli Lumajang yang hampir hilang

Pada bulan April 2010 yang lalu kami ( Cahaya Baru Shooting ) mendapat kontak dari H. Ghofar ( Pemilik CV Manfaat Record Lumajang )  untuk membuat rekaman tentang salah satu kesenian asli Lumajang yaitu kesenian Glipang. Saya yang memang bukan asli Lumajang, dan baru pertama kali ini mendengar nama kesenian ini, tanpa ba..bi..bu.. langsung menerima tawaran tersebut.

Baru sekarang aku posting karena dulu  memang masih belum punya blog dan  postingan ini untuk menjawab penantian dari teman - teman facebook yang bergabung dalam group " Semangat 10.000 facebooker melestarikan kesenian Glipang Lumajang " yang di kelola oleh Mama Iin ( Nyonya Martho,S.Pd ). Kaset  CD sudah beredar di Lumajang, Jember, Situbondo, Bondowoso, Probolinggo bahkan sampai ke Madura. Dalam album tersebut kesenian Glipang Lumajang di kemas menjadi 6 Tarian
1. Remo Terbang Glipang
2. Rudad Terbang Glipang
3. Terbang Glipang Ngarak
4. Loro Pangkon Terbang Glipang
5. Tari Koncar Terbang Glipang
6. Gebyar Terbang Glipang
Group Terbang Glipang Setya Bangsa dibawah pimpinan Pak Sirri Desa Karangsari Kecamatan Sukodono Lumajang  yang masih eksis hingga hari ini.

Terlepas dari kontroversi apakah Glipang ini asli Lumajang apa Probolinggo dilihat dari asal katanya Glipang berasal dari bahasa Arab yaitu Gholiban yang artinya Kebiasaan. Maka bisa saja memang ada Glipang versi Probolinggo dan Glipang versi  Lumajang. Dan bagi siapa saja yang mengetahui betul tentang kesenian glipang ( para sesepuh Lumajang tentunya ) mohon informasi yang detil agar kesenian yang bernafaskan Islam ini tidak hanya tinggal namanya dan anak cucu orang Lumajang bisa lebih mengenal kesenian nenek moyangnya. Aku saja yang bukan asli Lumajang masih sempat membicarakannya, bagaimana dengan orang Lumajang Asli, lebih pantas lagi.

Kesenian Glipang ini berkembang dan dikenal di wilayah Kabupaten Probolinggo dan daerah sekitarnya, seperti Kabupaten Lumajang, Jember dan Pasuruan. Kesenian tradisional ini sangat digemari dan sangat populer di daerah-daerah tersebut di kalangan rakyat, khususnya kalangan anak muda.
Sebagaimana kesenian tradisional lainnya di propinsi Jawa Timur, masing-masing memiliki ciri-ciri khusus sehingga antara yang satu dapat dibedakan dengan yang lainnya. Jenis kesenian Glipang pun mempunyai ciri tersendiri dan unsur pesona khusus.
Di tengah-tengah derasnya arus pengaruh kebudayaan asing, kesenian Glipang di Jawa Timur ini masih bertahan tegar dan kokoh bahkan menunjukkan gejala semakin meluas.
Kesenian Glipang
Kesenian Glipang ialah suatu jenis kesenian pertunjukan, yang membawakan lakon-lakon tertentu (pertunjukan berlakon) yang biasanya dipergelarkan semalam suntuk. Tema lakon bernafaskan ceritera dalam agama Islam antara lain tentang kejayaan Islam dan ceritera kehidupan masyarakat sehari-hari.
Istilah Glipang belum dapat dipastikan asal-usulnya, demikian juga arti kata “glipang” berasal dari istilah dalam bahasa Arab “goliban”, yang mengandung makna tentang suatu kebiasaan kegiatan yang dilakukan oleh para santeri di pondok dalam kehidupan sehari-hari. 
Penyajian Glipang
Glipang sebagai suatu kesenian pertunjukan, maka bentuk dan jenis pertunjukannya disesuaikan dengan selera masyarakat penonton atau penyelenggara pertunjukan (penanggap), misalnya tentang isi lakon dan waktu yang dikehendaki. Pada umumnya penonton menyukai penyelenggaraan dengan waktu yang lama atau semalam suntuk. Dalam penyajian demikian maka ditampilkan berulang-ulang bagian-bagian tertentu yang dianggap penting atau digemari oleh masyarakat. Pengulangan bagian-bagian tertentu seni itu dirasa memantapkan penyajian kesenian Glipang dan kenikmatan selera penonton. Akibat adanya aspek kemantapan ini, maka usaha menata seni Glipang antara lain dalam bentuk pemadatan penyajian dianggap menyalahi aturan yang berlaku dalam penyajian.
Penyajian kesenian glipang semalam suntuk terbagi atas tahap-tahap:
-       Tahap ke satu: Tari Ngremo Glipang (Tari Kiprah Glipang). Tari ini merupakan bentuk tari yang digunakan untuk mengawali pertunjukan seni glipang.
-    Tahap ke-dua: Tari Baris. Tarian ini dibawakan oleh para penari pria, biasanya disertai penampilan seorang pelawak pria.
-   Tahap ke-tiga: Tari Pertemuan. Tarian dibawakan oleh penari pria dan wanita dalam komposisi berpasangan, disertai dua pelawak pria dan wanita. Peragaan tarian wanita dibawakan oleh penari pria dan dalam adegan ini kedua pelawak berdialog lucu (melawak).
-         Tahap ke-empat: Sandiwara (Drama). Membawakan ceritera tertentu dengan tema tertentu pula yang bernafaskan agama Islam.
Musik pengiring
Kesenian Glipang kecuali disajikan dalam bentuk tari dan drama (sandiwara) juga diiringi musik dan vokal.
Alat musik yang digunakan terdiri dari:
-     Dua ketipung besar, yakni lake’an dan bhine’an, ditabuh tingkah meningkah (saling mengisi). Ketimpung laki-laki (lake’an) berfungsi memimpin dan memberikan tekanan-tekanan gerak.
-         Satu jedhor, untuk memberikan tekanan-tekanan tertentu untuk semelehnya (konstannya) irama.
-         Tiga sampai lima terbang/kecrek, berfungsi mengisi lagu dengan cara memberikan suara di antara degupan.
Lagu-lagu yang dibawakan:
-         Lagu Awayaro, sebagai lagu pembukaan menjelang penyajian tari kiprak Glipang.
-         Pantun berlagu bebas, dibawakan secara bergantian pada penyajian tari pertemuan.
Sejarah kesenian glipang
Kesenian glipang lahir di desa Pendil, Kecamatan Nanyanyar, 12 km di tenggara kota Probolinggo. Mata pencaharian penduduknya adalah dagang dan tani berdasarh Madura dan pemeluk agama Islam patuh. Kesenian Glipang direvitalisasi dan dipopulerkan oleh seorang penduduk desa Pendil bernama Sarituno, dimaksudkan sebagai sarana hiburan tahun 1935.
Nampaknya latar belakang sosial dari kehidupan Sarituno sangat berpengaruh dalam seni ciptaannya yang bernama Glipang ini. Sarituno adalah pendatang dari Pulau Madura, menetap di pantai utara Pulau Jawa (Jawa Timur) di desa Pendil, tersebut. Mula-mula ia adalah mandor penebang tebu di pabrik gula Sebaung, Kecamatan Gending, Kabupaten Probolinggo. Karena sering terjadi pertentangan dengan sinder-sinder Belanda yang sewenang-wenang tingkah lakunya, maka Sarituno memilih berhenti bekerja di pabrik gula tersebut.
Jiwa perlawanan terhadap penjajah Belanda itu mempengaruhi kesenian Glipang ciptaannya, sebagai ekspresi jiwanya tersebut tertuang dalam bentuk tari kiprak Glipang.
Secara umum dapat diutarakan ciri-ciri penyajian kesenian Glipang:
-         Pola penyajian memiliki struktur tertentu dan tema tertentu.
-         Lagu-lagu bernafaskan agama Islam.
-         Alat musik yang digunakan terdiri dari satu jedhor, dua ketipung besar (lake’an dan bhine’an), tiga sampai lima terbang/kecrek.
-         Pola permainan musik merupakan ansamble dari jedhor, terbang/kecrek dan vokal.
-         Bahasa yang digunakan dalam vokal/dialog ialah bahasa Jawa dan Madura dibumbui bahasa Arab.
-         Unsur-unsur gerak, kreativitas pribadi dari unsur-unsur gerak pencak silat.
-         Tokoh-tokoh pelaku sesuai dengan lakon yang dibawakan.
Fungsi kesenian glipang
Dalam kehidupan sehari-hai masyarakat Probolinggo, kesenian Glipang tetap semarak sebagai suatu jenis kesenian yang digemari oleh rakyat. Kesenian Glipang sering ditampilkan pada acara-acara resepsi, bersih desa, panen raya, hajatan keluarga dan sebagainya. Jelaslah bahwa kesenian Glipang dapat dimanfaatkan sebagai suatu sosio drama, untuk menyampaikan pesan-pesan pembangunan yang menjadi program pemerintah, untuk menciptakan suasana persatuan dan kesatuan di kalangan rakyat, acara khusus dan melestarikan warisan seni budaya yang memiliki nilai-nilai luhur.
Sumber:
Tim Koordinasi Siaran Direktorat Jenderal Kebudayaan. 1993. Aneka Ragam Khasanah Budaya Nusantara V. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Postingan Terkait :


Widget by SEO Tutorial

5 komentar:

Kang Martho mengatakan...

jadi penasaran nih....
yoopo wujude GLIPANG Probolinggo, sama nggak sama dngan yg di Lumajang... ku do'akan smoga CB dapat job nyoting Gelipang Probolinggo... coba bos lobi Manfaat Record

Anonim mengatakan...

Cukup menarik, cuma sampai sekarang saya masih samar-samar tentang konsep pelestarian kesenian dalam perspektif Islam. Apakah keuntungannya? Mohon penjelasan, Mas.

Abi mengatakan...

Perkembangan Islam di Indonesia tidak bisa lepas dari sejarah, tiap daerah ada sejarah penyebaran Islam. Biar tiap putra daerah mengetahui sejarah daerahnya. Untuk Indoneia yang pelosok kesenian Islam masih diperlukan untuk daya tarik, tidak sama dengan diperkotaan. Mungkin sama dengan kelas anak TK akan tidak menarik kalo dak ada pernak-pernik gambar anak-anak. Apalagi Lumajang termasuk daerah yang berpenduduk Madura dan sangat kental dengan kesenian Islami seperti Hadrah Albanjari, Ishary dll. Sekedar info, pernah teman saya Tablig di lereng Bromo disambut dengan Kesenian Kuda kencak...Pulau Jawa mungkin pulau yg ramai/maju tetapi masih banyak daerah tertentu di Jawa yang butuh sentuhan khusus dari para Muballigh. Di Lumajang tertama di pedesaan Pengajian Umum akan sepi pengunjung tanpa adanya penampilan kesenian Islam tertentu yang menarik masyarakat setempat. Terima kasih kunjungan dari Abu Faqih....Wassalam

Anonim mengatakan...

Hhm begitu, ternyata memang sentuhan dakwah ke kalangan masyarakat yang masih kental adat istiadat mesti luwes dalam akulturasi ya Mas, agar dakwah yang menjadi tujuannya bisa cepat diterima masyarakat tersebut. Alhamdulillah, saya mendapat pencerahan ... terima kasih.

Unknown mengatakan...

saya sbg warga lumajang asli sangat bangga dan berharap kesenian asli lumajang bisa tetap lestari...tentunya harus menjadi perhatian bersama khususnya pemerintah lumajang dan para seniman/budayawan yg sangat memahami masalah tersebut..

Posting Komentar